PEMANFAATAN
CYBER UNTUK PEPERANGAN
Sigit - 95 Alpha
Sun
Tzu pada masa 400-320 SM, mengatakan bahwa mengalahkan pasukan lawan tanpa
bertempur adalah keutamaan suatu keunggulan. Filosofi tersebut dijadikan oleh
para ahli militer abad ini untuk digunakan sebagai kerangka berpikir
menciptakan strategi tanpa menggunakan kekerasan dalam berperang. Kemudian
muncul strategi-strategi baru yang bertujuan untuk mendapatkan keunggulan di dalam
peperangan tersebut. Seperti halnya informasi yang menjadi suatu kebutuhan utama
dalam usaha mencapai kemenangan dalam peperangan, baik dalam perang tradisional
maupun perang modern sekalipun. Kemudian
muncul adegium bahwa dunia akan dimiliki bila seseorang dapat menguasai dan
mengendalikan informasi. Pertukaran informasi, data intelijen menjadi bagian
penting dalam proses penguasaan informasi, mulai dengan menggunakan cara-cara
manual atau tradisional melalui orang perorang secara kontak langsung hingga
bertransformasi dengan menambah peralatan sebagai alat bantu dalam bertukar informasi.
Seiring dengan laju perkembangan teknologi dan informasi, terciptalah alat-alat
bantu untuk dapat meraih keunggulan informasi. Kemajuan teknologi yang ditandai
dengan munculnya teknologi jaringan internet dan sistem jaringan komputer
menjadikan pola pikir para ahli strategi perang dewasa ini untuk dapat
mengalahkan musuh tanpa harus melakukan pertempuran secara tradisional.
Dalam
essay singkat ini, penulis berusaha menjelaskan bagaimana pemanfaatan cyber untuk peperangan dalam prespektif
sejarah. Transformasi tersebut juga berdampak pada pola peperangan dengan
adanya perubahan interaksi antar manusia, jarak yang tidak menjadi kendala yang
berarti, sumber daya manusia yang terlibat perang tidak terlalu besar
jumlahnya. Transformasi teknologi juga menjadi titik masuknya cyberspace ke dalam peperangan.
Sejarah Pemanfaatan Cyber Untuk Peperangan
Perpaduan
antara teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi membentuk sebuah piranti
baru dengan nama internet. Pada intinya, internet merupakan jaringan komputer
yang terhubung satu sama lain melalui media komunikasi, seperti kabel telepon,
serat optic, satelit atau gelombang frekuensi[1].
Dengan dikembangkannya internet untuk pertama kalinya pada tahun 1969 melalui
Proyek APRANET (Advanced Research Project Agency Network), telah membuka mata dunia bahwa kedua
teknologi tersebut nantinya dapat mempersempit ruang, memperpendek jarak,
mengintegrasikan sistem, dan mempermudah komunikasi. Proyek APRANET tersebut
juga merupakan cikal bakal dari TCP/IP. Pada awalnya, Internet dipakai pertama
kali untuk keperluan militer, namun dengan semakin pesat perkembangannya
terlebih setelah ditemukannya aplikasi www
(World Wide Web) perkembangan internet dunia semakin maju[2].
Merujuk pada awal terciptanya dan dikembangkannya internet oleh militer AS,
menandakan bahwa sudah adanya pemanfaatan cyber
dalam pelibatan kepentingan militer yang digunakan untuk keperluan
peperangan. Kemudian dalam perkembangannya internet bukan lagi menjadi monopoli
militer, namun meluas ke berbagai kalangan masyarakat menjadikan internet
sebagai suatu kebutuhan dalam berbagai aktivitas kehidupan. Berkembangnya
teknologi internet juga mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam bersosial
budaya, salah satunya adanya peralihan cara berbelanja tradisional berubah
menggunakan sistem on-line, media cetak berubah menjadi e-paper dan banyak lagi. Negara yang memiliki peradaban yang
maju mulai mengintegrasikan sistem layanan publiknya dengan sistem jaringan
komputer dan internet, guna memudahkan layanan dalam kehidupan masyarakat.
Di sisi lain, perkembangan teknologi
cyber mengundang aktor-aktor untuk
melakukan gangguan-gangguan terhadap sistem jaringan dengan tujuan dan motif
yang bervariasi. Manifestasi penyimpangan tersebut muncul dalam berbagai macam
seperti halnya recreational hackers,
crackers, Denial of Service attack, insider hackers, viruses, piracy, fraud,
Gambling, pornography. Hate sites, cyber-stalking, dan criminal communications[3].
Penyimpangan dan penyalahgunaan internet tersebut menandai sebuah perubahan
besar dalam penggunaan cyberspace sejalan
dengan munculnya berbagai kepentingan. Kemudian muncul keinginan untuk menjadi
penguasa melalui media cyberspace
salah satunya dengan melakukan serangan-serangan atau cyberattack. Hal tersebut menimbulkan ancaman baru bagi pengguna cyberspace. Serangan demi serangan yang
dilakukan oleh beberapa aktor dalam cyberspace
memunculkan usaha guna memberikan pertahanan sistem jaringannya dengan
menciptakan cyberdeterrence maupun cyberdefense.
Dari sudut pandang militer, pada
awalnya pemanfaatan cyber dalam
peperangan diaplikasikan dengan adanya sistem komando dan kendali (siskodal),
kemudian berkembang seiring dengan kemajuan teknologi menjadi sistem yang dapat
mengkoordinasikan
dan mengintegrasikan kegiatan Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer,
Intelijen, Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP). Dewasa ini cyber memiliki peranan yang besar dalam militer, termasuk
pemanfaatannya dalam peperangan. Pemanfaatan cyber juga berlaku di bidang kehidupan lainnya, seperti halnya bidang
ekonomi, sosial, budaya, politik. Di bidang non-militer juga timbul
penyimpangan penggunaan cyber dalam
bentuk serangan-serangan dari para aktor dengan motivasi yang bervariasi. Sebagai contoh serangan cyber di dunia ekonomi khususnya perbankan, bermula dari aktor yang
bermotif mencari keuntungan dengan cara memanipulasi data-data perbankan, Skema
credit card, cyber espionage dengan melakukan
kegiatan mata-mata terhadap saingan bisnis, atau di bidang politik dengan adanya
serangan cyber yang dapat merubah
tampilan halaman web resmi pemerintahan suatu negara, yang biasa dilakukan oleh
aktor non-negara karena bertentangan dengan kebijakan pemerintahan tersebut.
Serangan-serangan tersebut memunculkan model peperangan baru yang menggunakan cyberspace sebagai mandala perang dimana
pemanfaatan cyber menjadi modal utama
dalam peperangan tersebut. Peperangan di dunia cyber ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan cyberwarfare[4]
yang mengacu kepada penggunaan world
wide web (www) dan sistem jaringan komputer. Namun tidak semua pemanfaatan cyber dalam peperangan dapat
dikategorikan sebagai perang cyber
(cyberwarfare), karena pemanfaatan cyber
ini dapat juga digunakan dalam peperangan lainnya, seperti perang
propaganda, bahkan perang tradisional pun dapat memanfaatkan teknologi berbasis
cyber sebagai bagian dari sikodalnya.
Sejarah
telah mencatat beberapa peristiwa besar yang melibatkan pemanfaatan cyber sebagai salah satu bagian yang
memiliki peran penting dalam peperangan. Pemanfaatan cyber yang berkembang menjadi cyberwarfare
bermula dari perang berskala rendah dan terkadang berbobot ringan, namun
memiliki potensi yang berdampak pada kerusakan sistem atau minimal kehilangan
data dan informasi. Lambat laun strategi dan taktik dalam penggunaan cyber tersebut semakin berkembang dan
berdampak besar. Berikut beberapa contoh kasus sebagai bagian dari sejarah yang
tercatat sebagai bentuk pemanfaatan cyber
untuk peperangan dalam bentuk cyberwarfare
yang berkembang dari waktu ke waktu;
Tahun
|
Kejadian
|
Keterangan
|
1991
|
Pada tahun 1991, seseorang di
angkatan udara melaporkan adanya virus komputer yang bernama AF/91, virus
tersebut diciptakan dan telah terinstal pada chip printer dan membuat jalan
ke Irak melalui Amman, Yordania. Tugasnya adalah untuk membuat kerusakan
senjata anti-pesawat Irak[5].
|
Target
militer
|
1997-2001
|
The Second Russian-Chenchen War. Selama
konflik tersebut, kedua belah pihak dengan menggunakan cyberspace dalam pertempuran Operasi Informasi untuk dapat
mengontrol dan membentuk presepsi publik. Walaupun secara resmi perang
dinyatakan berakhir, dilaporkan bahwa Russian
Federal Security Service (FSB) bertanggung jawab terhadap kehancuran
website pihak Chechnya[6].
|
Target
Publik
|
1998
|
Munculnya
komunitas hacker bernama Hacker
Emergency Meeting Center berjumlah sekitar 3.000 hackers yang berasal dari China menyerang website milik
pemerintah Indonesia sebagai reaksi dari atas kebiadaban gerakan anti China
pada saat kerusuhan Mei 1998 di Indonesia[7].
|
Target
Pemerintah
|
1999
|
Pada
tanggal 7 Mei 1999, Jet NATO melakukan pengeboman terhadap Kedutaan China di
Beograd, Yugoslavia, kemudian tidak kurang dari 12 jam, aliansi Chinese Red Hacker dibentuk dan mulai
menyerang ratusan website milik pemerintah AS[8].
|
Target
Pemerintah
|
Amerika Serikat telah diserang
(09/1999) dari jaringan komputer yang terletak di Cina dan Rusia[9].
|
Target
Publik
|
|
2001
|
Sebagai
reaksi dari peristiwa tabrakan Jet China dengan pesawat militer AS di Laut
China Selatan, sekitar 80.000 hacker terlibat
dalam perang cyber sebagai
pembelaan diri terhadap tindakan AS yang dianggap mereka sebagai agresi. New York Times menyebut peristiwa ini
sebagai world wide web war I.
semenjak itu China fokus tehadap cyberespionage
sebagai strategi militer dalam rangka upaya mengurangi superioritas
teknologi militer AS[10].
|
|
2007
|
The Estonian Cyber Attack. Berawal
dari peristiwa relokasi patung the
bronze soldier of Tallin, sebagai bentuk penghargaan kepada para tentara
bekas negara Uni Sovyet yang meninggal dalam pertempuran, timbul reaksi
besar-besaran dari Rusia dan penduduk minoritas Rusia di Estonia dengan
mengirim serangan DDoS untuk melumpuhkan website-website milik pemerintah
Estonia seperti bank, parlemen, kementerian, dan perusahaan komunikasi[11].
|
Target
Situs pemerintah
|
Pada tahun 2007, pemerintah
Amerika Serikat mengalami "suatu spionase Pearl Harbor" di mana
"kekuatan asing yang tidak diketahui masuk ke semua badan
teknologi tinggi, semua lembaga militer, dan me-download informasi/data
sampai dengan terabyte."[12]
|
Lembaga
militer
|
|
Pada 14 Desember 2007, website KPU
Pusat Kirgiz itu dirusak selama pemilihan. Pesan yang ditinggalkan di website
terbaca "Situs ini telah di-hacked oleh Dream of Estonia
organisasi". Selama kampanye pemilu dan kerusuhan sebelum
pemilu, ada kasus Denial of Service serangan terhadap ISP Kirgiz.[13]
|
||
2008
|
The Russia-Georgia War. Merupakan
salah satu contoh serangan cyber yang
bertepatan dengan invasi suatu negara ke negara lain melalui darat, laut dan
udara. Invasi Rusia ke Georgia sebagai respon serangan Georgia terhadap
separatis di Ossetia Selatan. Kampanye cyber
yang terkoordinasi secara baik menyerang website bernilai strategis milik
pemerintahan Georgia termasuk kedutaan AS dan Inggris melalui serangan
berupa; DDoS, SQL injection, dan cross scripting (XSS)[14].
|
Bersamaan
dengan serangan militer
|
Pada
bulan desember 2008, ketika Israel melakukan Operation Cast Lead melawan Paletina terjadi peperangan cyber antara hacker-hacker Israel dan Arab, uniknya disini setidaknya pihak
yang terlibat dalam perang cyber ini
merupakan kebanyakan hacker-hacker negara
dibandingkan dengan aktor non-negara, seperti ketika anggota Israel Defense Force (IDF) menghacked stasiun TV Hamas, Al Aqsa dengan
menyiarkan kartun animasi yang menggambarkan kematian pemimpin Hamas dengan
tulisan “Time is running out”.[15]
|
Terlibatnya
hacker negara
|
|
2009
|
Pemilu
presiden di Iran tahun 2009, diwarnai dengan protes besar-besaran terhadap
pemilu yang curang, kemudian melakukan protes dengan membanjiri sosial media
seperti Facebook dan Twitter. Pemerintah Iran meresponnya
dengan memulai tindakan kekerasan polisi terhadap pemrotes dan mematikan
jaringan chanel media serta jaringan akses internet di dalam negeri. Beberapa
gerakan oposisi memilih meluncurkan serangan DDos terhadap website pemerintah
Iran. kemudian Twitter digunakan sebagai sarana untuk merekrut tambahan cyber warriors.[16]
|
Penggunaan
cyberspace dalam social media
|
Pada 28 Maret 2009, sebuah
jaringan mata-mata cyber, dijuluki GhostNet, terutama dengan menggunakan
server berbasis di Cina telah menyadap dokumen rahasia dari pemerintah dan
organisasi swasta di 103 negara, termasuk komputer dari Tibet di pengasingan,
tetapi Cina menyangkal klaim tersebut.[17]
|
||
Pada Juli 2009, ada serangkaian
serangan besar cyber yang terkoordinasi terhadap pemerintah, media massa, dan
situs keuangan di Korea Selatan dan Amerika Serikat. Minggu
yang buruk untuk Korea Selatan, karena adanya serangan cyber, yang dipercaya
berasal dari 16 negara yang berbeda. Hal tersebut disampaikan
oleh agen mata-mata Seoul, Jumat (10/7/2009) ini, seperti yang dilansir dari
Ciol.com. Menurut National Intelligence Service (NIS), serangan
diketahui dari hasil pelacakan 86 alamat protocol Internet dari 16 negara,
termasuk United States, Jepang dan China. Sementara pihak
Korea Utara, memberikan konfirmasi dari NIS bahwa Korea Utara tidak termasuk
dalam 16 negara yang telah menyerang Korea Selatan.
Sedangkan menurut agen mata-mata Korea Selatan, yang
dilansir dari Ciol.com, terungkap bahwa komite parlement percaya bahwa
komunis Utara atau simpatisannya mungkin yang berada di balik cyber attack
website pemerintah Korea Selatan.[18]
|
||
Situs-situs jaringan sosial
terkemuka seperti Twitter, Facebook, dan Livejournal lumpuh selama beberapa
jam, Kamis (6/8/2009), akibat serangan DDoS (distributeed denial of
sevice). Serangan ini dilakukan "zombie-zombie internet" atau
disebut botnet yang selama ini sudah menginfeksi ribuan bahkan mungkin jutaan
komputer pribadi dan kantor di seluruh dunia. Pelaku serangan
telah memerintah botnet-botnet yang dipeliharanya secara diam-diam untuk
membanjiri akses ke situs-situs tersebut secara serentak. Akibatnya,
tak kurang dari 300 juta pengguna Twitter, Facebook, dan Livejournal tidak
dapat mengakses akibat trafik yang terlalu tinggi bahkan membuat server down.[19]
|
Merujuk
pada peristiwa dan fakta di atas, menunjukan trend terhadap pemanfaatan cyber untuk peperangan, khususnya dalam cyberwarfare. Hal tersebut menunjukkan
bahwa cyber memberikan
keefektifitasan dalam melancarkan sebuah strategi dalam peperangan guna
mendapatkan dan meraih keunggulan informasi, data, tanpa melibatkan banyak
korban jiwa. Urutan peristiwa dalam sejarah peperangan cyber juga menunjukan adanya perubahan dalam melaksanakan taktik
dan strategi untuk melakukan serangan cyber,
adanya lompatan teknologi yang mempengaruhi cara berpikir manusia untuk
memindahkan mandala perangnya melalui cyberspace
sehingga peristiwa-peristiwa cyberwarfare
mengalami kenaikan yang dramatis dari tahun ke tahunnya seperti halnya pada
tahun 2007 ke atas. Pemanfaatan cyber dalam
peperangan juga mengalami perubahan dari serangan yang berskala rendah dan
sederhana menjadi serangan yang memiliki dampak yang besar dan menyebabkan
kerusakan jaringan. Trend
ancaman serangan cyber akan berkembang terus sesuai perkembangan teknologi
informasi, oleh karenanya perlu adanya riset secara terus-menerus agar mampu
mengatasi berbagai teknik, taktik dan, strategi penyerangan cyber yang akan
terus berkembang.
Daftar
Pustaka
Carr, Jeffrey. 2011. Inside Cyber Warfare. USA:
O’reilly Media.
Clarke, Richard A. 2010. Cyber War The Next Threat To National Security and What To Do About It.
NY: Harper Collin Publisher.
Libicki,
Martin C.2009. Cyberdeterrence and
Cyberwar. US: RAND Corporation.
Raharjo, Agus. 2002. Cybercrime, Pemahaman dan Upaya Pencegahan kejahatan Berteknologi. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Thornton,
Rod. 2007. Assymetric Warfare. UK:
Polity Press.
Wahid, Abdul dan Labib. 2010. Kejahatan Mayantara. Bandung: Refika Aditama.
Artikel
[1] Agus Raharjo.
2002. Cybercrime, Pemahaman dan Upaya
Pencegahan kejahatan Berteknologi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal. 59.
[2] Noor Pramadi.
2010. Mandala Perang Baru”Cyber Warfare”
Sudah Dimulai!!!. Artikel diambil dari
[3] Abdul Wahid
dan Labib, 2010. Kejahatan Mayantara. Bandung:
Refika Aditama. Hal. 70-72.
[4] Lihat Richard
A. Clarke. 2010. Cyber War The Next
Threat To National Security and What To Do About It. NY: Harper Collin
Publisher. Hal 6. mendefinisikan Cyberwar sebagai aksi penetrasi suatu
negara terhadap jaringan komputer negara lain dengan tujuan menyebabkan
gangguan hingga kerusakan.
[5] Pramadi, Noor.
2010. Mandala Perang Baru “Cyber Warfare”
Sudah Dimulai. Artikel diunduh dari situs http://www.tandef.net/mandala-perang-baru-%E2%80%9Ccyber-warfare%E2%80%9D-sudah-dimulai
[6] Jeffrey, Carr.
2011. Inside Cyber Warfare. USA: O’reilly Media. Hal 3
[7] Ibid. Hal 2.
[8] Ibid. Hal 2.
[9] Noor Pramadi. Opcit.
[10] Jeffrey, Carr.
2011. Opcit. Hal 2.
[11] Ibid. Hal 3.
[12] Noor Pramadi. Opcit.
[13] Ibid
[14] Jeffrey, Carr.
2011. Opcit. Hal 3.
[15] Ibid. Hal 2-3.
[16] Ibid. Hal 4.
[17] Noor Pramadi. Opcit.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar