Senin, 20 Mei 2013

MEMAHAMI KOREA UTARA


MEMAHAMI KEPEMIMPINAN STRATEGIS, BUDAYA ORGANISASI DAN BUDAYA STRATEGIS KOREA UTARA



Sigit Sasongko[1]



1.         Pendahuluan

            Korea Utara dengan nama resmi Republik Demokratik Rakyat Korea merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Timur, tepatnya di Semenanjung Korea di bagian utara dan salah satu negara yang menganut negara satu partai di bawah front penyatuan yang dipimpin oleh Partai Buruh Korea dengan dua partai kecilnya yaitu Partai Demokratik Sosial Korea dan Partai Chongu Chondois yang memiliki hak untuk mengajukan calon untuk menempati dan memegang posisi baik di pemerintahan maupun di Majelis Tertinggi Rakyat. Dalam bidang ekonomi, negara ini termasuk ke dalam salah satu negara yang menganut kebijakan bahwa negara merupakan pemilik ekonomi dan direncanakan sepenuhnya oleh pemerintah serta membatasi pelaksanaan perdagangan internasional melalui kebijakan isolasinya sehingga menjadi salah satu negara yang paling tertutup didunia,. Korea Utara sebetulnya pernah membuka keterlibatan pihak asing melalui undang-undang pada tahun 1984 yang memperbolehkan adanya investasi asing dengan joint venture-nya, tetapi kebijakan tersebut dinilai gagal karena tidak berhasil mendatangkan dan menarik investor-investor untuk melakukan investasi di negara ini.

            Tulisan ini akan mendeskripsikan Korea Utara ditinjau dari prespektif budaya strategis. Tujuan penulisan ini adalah mengetahui bagaimana penerapan kepemimpinan di Korea Utara ditinjau dari aspek kepemimpinan strategis, budaya organisasi dan budaya strategis. Ruang lingkup tulisan ini akan mencakup tiga pokok bahasan, yaitu (1) bagaimana memahami kepemimpinan strategis di Korea Utara; (2) bagaimana memahami budaya organisasi yang diciptakan oleh Kim Il Sung dan Kim Jong-il; dan (3) bagaimana memahami budaya strategis yang tercipta di Korea Utara.

2.         Memahami Korea Utara

            Di bawah kepemimpinan Kim Jong-il, sejak tahun 1994, Korea Utara menjadi negara yang berusaha hidup tanpa bantuan negara lain dengan kata lain bahwa Kim Jong-il menekankan bahwa Korea Utara harus bergerak dengan prinsip berdikari. Politik yang dibangun tersebut membuat kehidupan masyarakat Korea Utara pada umumnya harus menerima kenyataan hidup dengan pertumbuhan ekonomi negara yang rendah. Keadaan ekonomi negara tersebut membuat rakyat Korea Utara hidup dalam kemiskinan dan penderitaan, kondisi tersebut diperparah dengan kondisi sempitnya lahan pertanian serta lapangan pekerjaan yang terbatas. Namun, ironisnya para pemimpin Korea Utara tersebut hidup dalam kemewahan dan kecukupan bahkan dapat dengan bebas menikmati barang-barang impor dan mewah. Tapi keadaan tersebut sepertinya tertutupi dengan gaya kepemimpinan Kim Jong-il, melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan berupa propaganda-propaganda oleh pemerintah, bahkan masyarakatnya yakin bahwa pemimpin mereka adalah pemimpin terbaik yang mampu menyatukan Korea Utara sehingga masyarakat Korea Utara menghormati dan menyembah pemimpin negaranya.

            Gaya kepemimpinan Kim Jong-il dalam memimpin Korea Utara sama dengan gaya kepemimpinan mediang ayahnya, Kim Il Sung, dengan menempatkan diri menjadi seorang pemimpin yang terhormat, memimpin Korea Utara dengan gaya otoriter dan diktaktornya serta mengedepankan kekuatan militer negara di atas segala-galanya, membangun persenjataan secara besar-besaran seperti halnya senjata nuklir, maupun dengan tidak segan-segan melakukan tindakan-tindakan represif bagi lawan-lawan politiknya dan rakyatnya yang menentang kebijakan politik pemerintah.

            Di sisi lain, kebijakan pemerintah Korea Utara tersebut harus dibayar mahal dengan kondisi kesejahteraan rakyatnya yang harus hidup di bawah garis kemiskinan akibat embargo dunia internasional sebagai konsekuensi dari program senjata nuklir yang dikembangkan oleh Korea Utara. Kemiskinan di negara ini berdampak pada kurangnya gizi masyarakat sehingga banyak ditemukan kasus penyakit katarak yang dapat menyebabkan kebutaan. Angka kebutaan di Korea Utara sangat tinggi hingga mencapai angka ribuan, hal tersebut didorong rendah dan kurangnya fasilitas medis yang mendasar sehingga tidak dapat mengatasi kasus kebutaan secara maksimal.

3.         Memahami Kepemimpinan Strategis Korea Utara

            Menurut U.S Army War College Strategic Leadership Primer (2004) S. Schambach (Ed.) kepemimpinan strategis adalah proses yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi visi yang diinginkan dan jelas dipahami dengan mempengaruhi budaya organisasi, mengalokasikan sumber daya, mengarahkan melalui kebijakan dan direktif, dan membangun konsesus dalam lingkungan global yang mudah menghilang, tidak pasti, kompleks, dan ambigu yang ditandai dengan peluang dan kendala. Dalam kasus kepemimpinan strategis di Korea Utara, Pemimpin Korea Utara, dalam kepemimpinan Kim Il Sung telah memikirkan sebuah visi yang harus di wujudkan untuk jangkauan jauh ke depan. Sebagai negara yang pernah diduduki oleh penjajahan Jepang, berpikir bahwa untuk membangun Korea Utara memerlukan suatu persatuan yang kuat di kalangan rakyatnya, dengan terus memberikan propagandanya kepada masyarakat untuk tetap bersatu karena adanya ancaman yang sewaktu-waktu datang dari Korea Selatan maupun Jepang. Guna memperoleh persatuan tersebut Kim Il Sung membentuk sebuah ideologi yang bernama Juche pada tahun 1972 ketika Korea Utara mengadopsi konstitusi yang baru[2]. Juche diartikan sebagai manusia menguasai segala sesuatu dan memutuskan segala sesuatu.

            Melalui Juche ini Kim Il Sung membangun Korea Utara dengan memperkuat pengaruhnya salah satunya dengan menindas semua lawan politiknya yang menentang kebijakan-kebijakan melalui kamp-kamp konsentrasi atau pengasingan maupun dengan memberikan hukuman mati. Sepeninggal Kim Il Sung, kepemimpinan Korea Utara dilanjutkan oleh Kim Jong-il. Visi yang dibangun adalah menjadikan Korea Utara menjadi negara yang berdikari dan mandiri. Dengan kebijakan tersebut, negara ini membatasi berhubungan dan berinteraksi dengan negara lain. Kebijakan isolasi ini juga berlaku bagi masyarakat dengan melarang penggunaan seperti halnya internet maupun telepon, hal ini merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemimpin Korea Utara dalam mengemban visi dan misi yang kuat untuk dapat mengubah keadaan. Kim Jong-il dalam kepemimpinannya telah menerapkan visi dan misinya dengan meyakinkan kepada masyarakat Korea Utara bahwa dia akan menyelamatkan negaranya dari ancaman musuh-musuhnya.

            Oleh Kim Jong-il ideologi juche diaplikasikan untuk mempengaruhi pencapaian visinya, dan mampu mempengaruhi budaya organisasi dikalangan institusi dan militernya. Loyalitas dan kepatuhan serta kecintaan kepada Kim Jong-il oleh masyarakat menjadi sebuah pertanda bahwa mereka telah berhasil memberikan pengaruh yang besar sehingga dapat mengarahkan melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahannya.  Pengaruh yang diberikan adalah kepercayaan akan persatuan dan kesatuan rakyat untuk kelangsungan hidup Korea Utara melalui kepemimpinannya.

4.         Memahami Budaya Organisasi di Korea Utara

            Gibson (1997: 372) mendefinisikan bahwa budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut.  Kemudian Eliott Jacquest menyebutkan bahwa perilaku organisasi adalah: “the customary or traditional ways of thinking and doing things, which are shared to a greater or lesser extent by all members of the organization and which new numbers must learn and least partially accept in order to be accept into the sevice of the firm” artinya budaya organisasi adalah cara berfikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi.

            Merujuk pengertian di atas, dapat diambil beberapa intisari bahwa di dalam budaya organisasi terdapat norma-norma perilaku maupun aturan yang harus diikuti oleh anggotanya. Bila kita analisis budaya organisasi yang ada di Korea Utara, bisa diambil beberapa poin penting di mana terlihat adanya budaya organisasi yang kaku. Hal tersebut dapat dilihat pada organisasi militer Korea Utara, anggota militernya berada dalam hirarki organisasi yang kaku, dan kekakuannya ini menyebabkan lemahnya inisiatif dan kreatifitasan anggotanya dalam memutuskan sesuatu terutama di level taktikal, seperti halnya terlihat dalam film Inside North Korea bahwa para penjaga di DMZ (Demilitarized Zone) tidak berani memutuskan manakala pihak penjaga DMZ dari AS dan Korea Selatan mengumumkan pemulangan warga Korea Utara yang meninggal akibat hanyut dari sungai, akan tetapi militer Korea Utara tidak mengambil inisiatif untuk menanggapinya. Mereka tetap berpatokan dan hanya patuh terhadap keputusan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-il. Peristiwa ini menggambarkan budaya organisasi yang dibangun dalam organisasi militer Korea Utara memiliki hirarki organisasi yang sangat kaku. Pendelegasian yang seharusnya dapat dilakukan oleh level di bawahnya tidak terjadi sehingga tugas-tugas di level bawah seperti halnya kasus di atas tidak didelegasikan kepada para pimpinan di lapangan. Hal ini berdampak kepada kurangnya inisiatif dalam mengambil keputusan pemimpin di lapangan bila didasari dengan situasi dan kondisi di lingkungan sekitar mereka.   

            Kebiasaan budaya yang berkembang saat ini, tradisi dan cara-cara umum yang ada di Korea Utara merupakan hasil dari budaya sebuah organisasi dan telah dilaksanakan sebelumnya secara turun temurun. Usaha-usaha pengembangan ini menemukan tingkat keberhasilan yang signifikan dalam mempengaruhi nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi saat ini. Para pendiri organisasi mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan budaya awal berorganisasi. Dalam budaya organisasi di Korea Utara ini, pengaruh Kim Il Sung sangat besar dalam memberikan ide-ide awal dan mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide tersebut dapat dipenuhi dan dijalankan oleh para pengikutnya. Ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang dikerjakan oleh Kim Il Sung banyak dipelajari oleh masyarakat Korea Utara untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya termasuk menganggap bahwa Kim Il sung merupakan dewa penyelamat dan pemersatu bagi rakyat Korea Utara. Hal ini di pertegas oleh Robbins (1999: 296) yang mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan hasil dari interaksi antara bias dan asumsi pendirinya serta apa yang telah dipelajari oleh anggota pertama organisasi, yang dipekerjakan oleh pendirinya. Teori ini sejalan dengan budaya organisasi yang berkembang di Korea Utara.  

            Menurut Robbins (1999:294) fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah sebagai berikut; (1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas; (2) Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi; (3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen; dan (4) Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial[3]. Para pemimpin Korea Utara memahami betul tentang pentingnya budaya dalam berorganisasi. Dengan menciptakan budaya organisasi yang kuat akan memberikan tanda atau identitas kekhususan yang hanya dimiliki oleh organisasi tersebut, sehingga memberikan suatu kebanggaan tersendiri bagi para pengikutnya, dalam hal ini masyarakat Korea Utara secara luas. kemudian juga dari budaya yang diciptakan memberikan kemudahan untuk timbulnya sebuah komitmen untuk hidup bersatu dan bekerja keras dalam mempertahankan negara yang diasumsikan selalu mengancam negaranya hal ini sudah menjadi penjiwaan yang mendalam bagi rakyat Korea Utara dari anak kecil hingga orang tua. Kebiasaan orang tua menyanyikan lagu-lagu kebangsaan di depan anak-anaknya sehingga membentuk rasa bela negara yang tinggi, demikian juga budaya menyanyikan lagu kebangsaan di organisasi atau perusahaan yang dapat menambah semangat nasionalisme.

5.         Memahami Budaya Strategis Korea Utara

            Menurut Jack Snyder[4], budaya strategis adalah budaya yang diinterpretasikan sebagai suatu sistem tingkah laku, sikap dan kepercayaan yang melandasi dan membatasi suatu pemikian dalam mempengaruhi arah pengambilan kebijakan. Artinya bahwa sekelompok masyarakat, organisasi atau negara dalam pencapaian suatu tujuan harus mampu beradaptasi dan peka dengan lingkungannya mengingat lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap suatu sistem tingkah laku, sikap dan kepercayaan sehingga berdampak pada pengambilan kebijakan dan dapat merubah tujuan suatu organisasi. Budaya strategis dapat digambarkan dalam tiga dimensi; (1) dimensi politik; (2) dimensi kemampuan dalam militer; dan (3) dimensi institusional[5].

5.1       Budaya Strategis dalam Dimensi Politik

            Memahami budaya strategis Korea Utara merupakan bagian penting untuk mengetahui proses dari pembangunan karakter bangsa, karena hal ini akan memberikan arah dalam proses pembentukan budaya nasional Korea Utara. Pada masa kepemimpinan Kim Jong-il, dengan mewarisi ideologi yang diajarkan Kim Il Sung, Juche dijadikan sebagai ideologi resmi yang dianut oleh Korea Utara. Dalam proses perkembangannya, ideologi Juche ini diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian budaya masyarakat Korea Utara tidak pernah berpikiran untuk berpaling dari ajaran ideologi yang dibawakan pemimpin nasionalnya yang dianggap sebagai seorang pekerja keras demi kemajuan bangsanya untuk mewujudkan persatuan yang kuat, loyalitas kepada negara serta meyakini hidup tanpa ketergantungan sebagai sesuatu hal yang memiliki kedudukan terhormat. Juche merupakan perwujudan budaya strategis yang memiliki dimensi politik, dimana juche mampu membawa isu-isu tentang bagaimana politik negara memandang ancaman dan digunakan sebagai sarana untuk memerangi ancaman baik yang timbul dari dalam maupun datang dari luar negara.

5.2       Budaya Strategis Dalam Dimensi Kemampuan Militer

            Untuk mendapatkan dan memahami pemikiran-pemikiran strategis di Korea Utara dapat dilihat dari pemikiran yang memprioritaskan kekuatan dan kemampuan militernya. Hal tersebut memiliki keterkaitan dengan sejarah berdirinya negara Korea Utara. Bagaimana sebuah negara yang berdiri dari hasil perjuangan keras guna mengusir dan menghapuskan penjajahan di bumi Korea Utara. Dengan kekuatan militer yang besar, Korea Utara berusaha meyakinkan kepada dunia bahwa militer negara tersebut layak diperhitungkan serta memberikan cerminan sebagai negara besar. Kekuatan ini di representasikan dengan penyiapan senjata nuklir yang mampu membuat resah negara-negara lain di dunia, terutama Korea Selatan dan AS. Artinya bahwa kemampuan militer yang dimiliki Korea Utara mempunyai relevansi bahwa militer suatu negara dapat mencerminkan status negara.

            Dengan propaganda pemerintahannya, pemimpin Korea Utara mampu memberikan pemahaman kepada masyarakatnya dengan mengkontruksi budaya melalui pemikiran strategis sebagai hasil dari karakter yang dibangun oleh seorang pemimpin dengan karakter yang kuat sehingga membentuk suatu budaya strategis yang dapat menyatukan berbagai macam latar belakang budaya masyarakat Korea Utara itu sendiri. Bentuk kepatuhan, kecintaan dan penghormatan terhadap Kim Il Sung dan Kim Jong-il oleh rakyat Korea Utara menjadi sesuatu hal yang menarik bagi pengembangan budaya strategis di negara tersebut. Budaya yang dikembangkan tersebut mampu memberikan pemahaman yang sama tentang adanya ancaman yang datang sehingga pengaruh politik yang dikembangkan melalui kebijakan-kebijakan pemimpinnya dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh rakyatnya, seperti halnya dukungan terhadap pembangunan kekuatan militernya secara besar-besaran.

5.3       Budaya Strategis Dalam Dimensi Kelembagaan

            Dimensi kelembagaan adalah tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alat-alat kebijakan luar negeri suatu negara dengan dunia internasional yang memiliki implikasi keamanan[6]. Merujuk pada kepemimpinan Kim Il Sung dan Kim Jong-il, kebijakan yang diterapkan adalah kebijakan untuk dapat hidup tanpa bergantung dengan negara lain. Hidup mandiri dan berdikari menjadikan Korea Utara menjadi negara yang sangat tertutup dan terisolasi dari dunia internasional. Budaya strategis yang diciptakan baik melalui militer maupun masyarakatnya adalah dengan memberikan nilai-nilai kecintaan dan kepatuhan kepada pemimpinnya dengan korelasi kecintaan terhadap tanah air dan negaranya. Lembaga dalam konteks ini adalah negara, yang direpresentasikan oleh para pemimpin Koerea Utara menempatkan nilai-nilai budaya strategis tersebut dalam pelaksanaannya. Penanaman kecintaan rakyat Korea Utara terhadap tanah air berdampak kepada rasa memiliki terhadap negara, kondisi ini memberikan kontribusi positif terhadap terciptanya keamanan dan ketertiban di Korea Utara.

            Budaya strategis dalam dimensi kelembagaan diaplikasikan melalui kebijakan berdikari dan hidup mandiri terisolasi dengan dunia internasional. Menjadi sesuatu hal kontras ketika masyarakat Korea Utara mengalami penderitaan dan kemisikinan akibat kebijakan isolasi dari dunia luar. Namun, kecintaan kepada pemimpin mereka sangat besar hal tersebut menjadi menarik ketika masyarakat Korea Utara dilatih sejak lahir untuk mencintai baik Kim Il Sung maupun Kim Jong-il yang menurut mereka sebagai seorang pemimpin terhormat yang selalu dipuja dan dielu-elukan. Pemujaan dan penghormatan tersebut seolah menghilangkan penderitaan yang dialami. Budaya untuk membenci Amerika Serikat (AS) juga di tanamkan sejak dini sehingga tumbuh sikap anti AS dan timbulnya militansi yang tinggi guna memeranginya. Dengan cara-cara inilah, tumbuh budaya strategis di tengah-tengah masyarakat Korea Utara yang memunculkan sikap, tingkah laku dan kepercayaan yang besar terhadap Kim Il Sung dan Kim Jong-il tentang kemampuan kepemimpinannya di Korea Utara yang tidak mungkin dipertanyakan oleh semua masyarakat Korea Utara. Kebijakan politik yang diambil oleh Kim Jong-il saat itu memberikan kontribusi dan pengaruh yang besar terhadap pembentukan budaya strategis sehingga masyarakat Korea Utara memiliki sifat kecenderungan lebih militan dibanding dengan negara lain yang memiliki sifat lebih terbuka. Dengan sifat tersebut masyarakat Korea Utara lebih dapat untuk mempertahankan rezim kekuasaan para pemimpinnya.

Penutup

            Belajar dari kepemimpinan strategis yang dikembangkan dan diaplikasikan di Korea Utara, dapat diambil beberapa  intisari sebagai berikut; (1) Para pemimpin Korea Utara membangun sebuah kepercayaan dan ideologi juche untuk dapat meraih visi yang diinginkan; (2) Ideologi dan proganda-propaganda yang diterapkan dapat mempengaruhi budaya organisasi berkaitan erat dengan pembentukan budaya strategis sehingga timbul kebanggaan terhadap identitas yang dimiliki dan komitmen besar dalam pengabdian terhadap pemimpin negaranya; (3) Pemimpin Korea Utara sangat yakin bahwa kepemimpinan yang dilaksanakan melalui kebijakan-kebijakannya mampu mempersatukan rakyat yang secara historis mempunyai sejarah penjajahan dan penindasan;  dan (4) Kebijakan berdikari yang mengisolasikan diri dari dunia luar dipandang sebagai cara agar rakyatnya dapat bekerja keras dalam menjalankan hidupnya serta meningkatkan kepercayaan yang tinggi terhadap pemimpin negaranya.

            Dalam pandangan penulis, kepemimpinan baik Kim Il Sung dan Kim Jong-il tersebut banyak memberikan dampak merugikan bagi rakyat dan negaranya sehingga menurut penulis Korea Utara tidak termasuk kedalam kategori Welfare State. Dari konsep sebuah Welfare State yang merupakan konsep dimana pemerintahan suatu negara memainkan peran penting dalam memberikan perlindungan dan promosi ekonomi dan sosial untuk kesejahteraan warganya. Hal ini didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan kesempatan, pemerataan kekayaan, dan tanggung jawab publik bagi mereka yang tidak mampu untuk memanfaatkan diri dari ketentuan minimal untuk kehidupan yang baik. Istilah umum dapat mencakup berbagai bentuk organisasi ekonomi dan sosial[7]. Kondisi Korea Utara selama rezim diktator dibawah kepemimpinan Kim Il Sung dan Kim Jong-il tidak dapat memainkan apa yang menjadi nilai-nilai kemanusiaan dimana negara tidak mampu memberikan perlindungan dan rasa aman, kemerosotan bidang ekonomi dan sosial dan juga buruknya tingkat kesejahteraan rakyat Korea Utara. Hal tersebut didorong oleh kondisi seperti halnya; (1) Sistem pemerintahan diktator yang diterapkan di Korea Utara (meskipun nama resmi negara tersebut adalah Republik Demokratik Rakyat Korea) membuat kehidupan rakyat Korea Utara menjadi terbatas dan tidak memiliki akses ke dunia luar sehingga seperti jauh dari peradaban dibandingkan dengan negara-negara maju lain di dunia ini; (2) Prioritas pembangunan yang diutamakan kepada sektor militer secara besar-besaran berdampak kepada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat di Korea Utara; (3) Terbatasnya hak kebebasan membuat banyak masyarakat Korea Utara berusaha keluar dari negaranya demi kehidupan yang lebih layak; dan (4) Rasa takut berkepanjangan bagi masyarakat yang tidak dapat mematuhi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Korea Utara.

            Mempelajari kepemimpinan strategis para pemimpin Korea Utara, penulis berpendapat bahwa penerapan model kepemimpinan di negara tersebut kurang tepat di masa sekarang ini, dimana hidup bernegara sebagai bagian dari kehidupan global. Penulis juga menyarankan perlu adanya reformasi politik dan model kepemimpinan di Korea Utara guna menjamin terwujudnya nilai-nilai inti kemanusiaan. Kebebasan yang terukur, perlindungan, promosi ekonomi dan sosial untuk kesejahteraan warganya adalah nilai-nilai inti yang harus dibangun dalam sebuah budaya strategis yang dihasilkan melalui pemikiran-pemikiran strategis. Merujuk kepada keuntungan dan kerugian dari penerapan kepemimpinan strategis di Korea Utara, dapat diambil makna untuk diterapkan sehingga dalam memimpin suatu organisasi maupun negara mampu memberikan nilai-nilai inti seperti halnya kesejahteraan, HAM, kebebasan hidup bagi rakyat dan negaranya. Penerapan gaya kepemimpinan mempengaruhi seorang pemimpin dalam berpikir strategis yang kemudian menghasilkan suatu budaya strategis. Dari budaya strategis yang dibangun inilah karakter seorang pemimpin dalam menciptakan kepemimpinan strategis dapat dillihat.

            Seorang pemimpin harus visioner artinya bahwa pemimpin tersebut mempunyai sebuah visi dan mampu menggerakan anggotanya untuk meraih visi tersebut secara bersama-sama. Visi yang dirumuskan juga merupakan visi yang efektif yang artinya bahwa ada keterkaitan antara kondisi yang ada sekarang ini dengan kondisi akan datang, yang semata-mata untuk kesejahteraan masyaralat dan bangsanya. Dalam upaya meraihnya perlu suatu gaya dan budaya yang bila diterapkan sedapat mungkin tidak mengorbankan sebagian besar rakyatnya. Seorang pemimpin dalam menerapkan kepemimpinannya juga harus dapat memberikan contoh, memberikan inspirasi dan berkomitmen bahwa kesejahteraan anggota/rakyat adalah bagian dari keberhasilan dalam sebuah kepemimpinan. Kemampuan berpikir strategis yang meliputi kemampuan mengelola ends, means dan ways  adalah suatu modal utama bagi keefektifitasan bagi pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinan strategis.


Daftar Pustaka

Gause, Ken E. 2011. North Korea Under Kim Chong-il. California: Praeger.



Kim, Sung Chull. 2006. North Korea Under Kim Jong Il. NY: State University of NY.



Lim, Jae-Cheon. Kim Jong Il’s Leadership of North Korea. NY: Routledge.



Prabowo. J.S. 2009. Kepemimpinan Strategis Dalam Organisasi Militer. Jakarta: PPSN.



Shambaugh, Rebecca. 2010. Leadership Secret of Hillary Clinton. NY: Mc Graw Hill.



Wootton, Simon and Terry Horne. 2010. Strategic Thinking A Nine Step Approach to Strategy and Leadership for Managers and Marketers. UK: Koganpage.



Referensi Lain




http://global.britannica.com/EBchecked/topic/639266/welfare-state



http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2342037-budaya-strategis/



National Geographic. 2007. Inside North Korea.




[1] Adalah mahasiswa Universitas Pertahanan Prodi Asymmetric Warfare.
[2] Lihat "Constitution of North Korea (1972)". 1972. Retrieved 2009-05-07.
[3] LIhat Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli; Definisi dan Contohnya,  diakses dari http://www.sarjanaku.com/2012/07/pengertian-budaya-organisasi-definisi.html
[4] Diambil dari situs http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2342037-budaya-strategis/
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Welfare state, Britannica Online Encyclopedia diakses dari situs http://global.britannica.com/EBchecked/topic/639266/welfare-state

Tidak ada komentar:

Posting Komentar