Rabu, 15 Mei 2013

Cyberwarfare (1)


TINJAUAN ORGANISASI CYBERWARFARE
NEGARA-NEGARA DI DUNIA

Ninefivealpha

Dewasa ini, pemanfaatan teknologi cyberspace seperti halnya internet maupun sistem jaringan komputer hampir dapat ditemui di setiap bidang kehidupan.  Di samping memberikan kelancaran operasional, penggunaan cyber juga menawarkan kemudahan dan kenyamanan penggunanya. Interkoneksi jaringan juga dapat menggabungkan sistem-sistem antar lembaga baik pemerintah maupun sektor swasta. Namun di sisi lain, dengan pemanfaatan teknologi berupa cyberspace tersebut, mendatangkan ancaman dan kerawanan yang bisa datang sewaktu-waktu. Serangan cyber atau cyberattack tersebut dapat melumpuhkan dan merusak sistem jaringan komputer maupun internet sehingga berdampak besar bagi kelangsungan operasional lembaga-lembaga besar baik milik negara maupun swasta. Saling serang antar pengguna cyberspace ini merupakan fenomena yang membentuk mandala perang baru tanpa melihat jarak, waktu, dan aktor pelakunya. Melihat kejadian dan fenomena yang ada, menjadikan negara-negara pengguna cyber (sebagai bagian dari sistem jaringan dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam bidang perbankan, pemerintah, perdagangan, kesehatan, politik, dan sosial budaya) merespon serius dengan menciptakan organisasi-organisasi guna menghadapi kemungkinan yang terburuk akibat dari serangan-serangan cyber yang dapat melumpuhkan dan merusak sistem jaringan dan operasional. Pembentukan organisasi-organisasi cyber merupakan salah satu bentuk strategi dan aplikasi pertahanan cyber sebagai antisipasi datangnya serangan-serangan yang dapat merusak dan melumpuhkan sistem.
Tulisan singkat ini berusaha membahas dan memperbandingkan organisasi-organisasi yang melaksanakan cyberwarfare dari tinjauan negara-negara besar seperti halnya, Amerika Serikat (AS), Jerman, Belanda, Australia dan Rusia. Pembentukan organisasi untuk menangani cyberwarfare tersebut merupakan kebijakan strategis dalam cybersecurity sebagai bentuk konsekuensi logis guna menghadapi serangan cyber. Selain pembentukan organisasi, negara-negara tersebut juga berusaha menciptakan kader-kader yang mempunyai kemampuan cyberwarfare guna menghadapi tantangan ke depan semenjak sulitnya negara dalam mengontrol dan mengendalikan aktivitas-aktivitas para ahli cyber dan hacktivist.
Amerika Serikat (AS)
AS telah fokus dalam cybersecurity/keamanan cyber sejak tahun 1990[2]. Departement of Homeland Security, FBI dan Departemen Pertahanan AS termasuk organisasi didalamnya, US Cyber Command, merupakan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab terhadap masalah keamanan cyber.  Operasi ofensif merupakan tugas dari US Cyber Command dan elemen dari CIA. Kemudian untuk Departement of Homeland Security mempunyai tanggung jawab utama untuk pertahanan domestik dan National Cyber Secutity Division bertugas untuk bekerja secara kolaboratif dengan publik, swasta dan entitas internasional guna mengamankan cyberspace dan asset-aset cyber AS[3]. Divisi tersebut mempunyai sejumlah program-program untuk melindungi infrastruktur cyber dari serangan-serangan. National Cyber Security Divison ini membawahi The National Cyber Response Coordination Group. Group ini terdiri atas 13 badan federal dan bertanggung jawab untuk mengkoordinir the Federal Response terhadap peristiwa penting berskala nasional terkait cyber.  
Departemen Pertahanan AS mengambil pendekatan desentralisasi dalam struktur organisasi keamanan cyber. Terdapat bermacam-macam organisasi, divisi, dan badan yang menunjukkan kebutuhan keamanan cyber Departemen Pertahanan AS di antaranya pada level pembuat kebijakan dan level operasional[4]. Peran dalam membangun kebijakan dan menuntun strategi keamanan cyber dipegang oleh the Joint Chief of Staff, the US Joint Force Command (JFCOM), dan beberapa kantor dalam Office of the Secretary of Defense, sedangkan dalam tataran level operasional, organisasi pusat untuk keamanan cyber dalam Departemen Pertahanan AS adalah US Cyber Command (USCYBERCOM), yang dibentuk pada Juni 2009 dibawah US Strategic Command (USSTRATCOM)[5]. The Joint Information Operation Warfare Center (JIOWC) juga dibentuk untuk merencanakan, mengintegrasikan, dan sinkronisasi Operasi Informasi dalam mendukung Joint Force Commander dan melayani USSTRATCOM untuk meningkatkan Operasi Informasi dibawah Departemen Pertahanan AS[6].
Pada level pembuat kebijakan, terdapat Joint Chief of Staff yang mempunyai tugas yaitu; (1) Menetapkan dan mengembangkan doktin, kebijakan dan menghubungkan taktik, teknik dan prosedur gabungan untuk Global Information Grid (GIG) Dephan AS, Information Assurance (IA), serta Operasi bersama dan gabungan; (2) Memastikan dan menjamin seluruh pendidikan, pelatihan, perencanaan dan termasuk operasi, dan berkonsisten terhadap Kebijakan,strategi dan doctrine Operasi Informasi. Sedangkan pada Office Secretary of Defense membawahi (1) Assistant Secretary of Defense, Network information, and Integration/DOD CIO; (2) Office of the Under Secretary of Defense for Intelligence; (3) Office of the Under Secretary of Defense for Acquisition, Technology, and logistics; dan (4) Office of the Under Secretary of Defense for Policy.
US Strategic Command (USSTRATCOM) mempunyai tugas[7] diantaranya; (1) melaksanakan operasi dan pertahanan Global Information Grid (GIG) Dephan AS; (2) merencanakan untuk melawan bakal ancaman cyberspace; (3) Mendukung untuk kemampuan cyberspace; (4) Melaksanakan operasi cyberspace; dan (5) berkoordinasi dengan komando kombatan lainnya dan bdan pemerintah AS terkait untuk permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan cyberspace. USSTRATCOM ini mengendalikan dan mengontrol organisasi di bawahnya seperti; Joint Information Operations Warfare Center (JIOWC) dan US Cyber Command (USCYBERCOM).
US Cyber Command merupakan sebuah sub komando militer dibawah US Strategic Command mempunyai tanggung jawab yang berhadapan atau berhubungan dengan ancaman terhadap infrastruktur cyber militer. Setiap cabang dalam militer dirancang sebagai komponen pendukung dalam keamanan cyber yang beroperasi di bawah USCYBERCOM. USCYBERCOM ini bertugas untuk memfasilitasi integrasi operasi cyberspace untuk dinas militer dan mengsinkronisasi misi cyber dephan dan usaha peperangan , serta menyediakan dukungan untuk otoritas sipil dan partner internasional. Elemen-elemen US Cyber Command terdiri dari US Army Cyber Command, the Twenty-fourth Air Force/AFCYBER, the US Fleet CyberCommand/US 10th Fleet, dan Marine Corps Cyber Command[8].  Tiga dari empat angkatan, darat, laut dan udara AS, sudah mengumumkan bahwa mereka mempunyai kemampuan operasional secara penuh pada Oktober 2010, sedangkan untuk Marinir AS masih dalam tahap pendirian komando dan belum memenuhi kemampuan operasional secara penuh sampai dengan pertengahan 2013[9].
Jerman
Untuk menghadapi ancaman cyber, Jerman mengeluarkan doktrin keamanan cyber (cybersecurity) dan membuat dua organisasi. Di bawah Ministry of the Interior, pada tahun 2011 pemerintah Jerman merencanakan untuk membangun sebuah pusat pertahanan cyber nasional (the National Cyberdefense Center) dengan mengombinasikan sumber-sumber daya dari berbagai badan pemerintah, termasuk polisi federal dan badan intelijen luar negeri. National Cyberdefense Center utamanya bertanggung jawab kepada Jerman cybersecurity, dengan melaporkan kepada Federal Office untuk keamanan informasi, dan tidak mempunyai kemampuan ofensif.  Kemudian terdapat National Cyber Security Council yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir kebijakan cyber dan teknik pertahanan. Unit militer dan badan intelijen Jerman mempunyai komponen-komponen cyber.  Badan keamanan Jerman BSI berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan kemampuan cyber. The Departement of Information dan Computer Network Operations, di dalam the Bundeswehr’s Strategic Reconnaissance Unit of the Bundeswehr, yang dikepalai oleh seorang jenderal bintang satu angkatan udara dengan 76 personel militer dari departemen ilmu komputer dan akan mengembangkan kemampuan baik ofensif maupun defensif di bidang cybersecurity[10].
Belanda
Pada awal 2011, pemerintah Belanda mengeluarkan sebuah strategi nasional mengenai keamanan cyber (National Cyber Security Strategy). Strategi pemerintah dalam keamanan cyber tersebut mempunyai lima komponen berupa; linking and reinforcing initiatives, promoting individual responsibility, creating public–private partnerships, pursing international cooperation, and striking a balance between self-regulation and legislation[11]. Organisasi yang bertanggung jawab terhadap keamanan cyber di Belanda pada level pembuat kebijakan adalah National Cyber Security Board yang memiliki tugas untuk mengembangkan strategi dan kebijakan untuk menghadapi ancaman cyber. Kementerian Dalam Negeri Belanda (Minister of the Interior) berkoordinasi dengan departemen-departemen yang bergerak dalam keamanan cyber baik dari kalangan sipil maupun militer yang bertanggung jawab dalam urusan cyber, kemudian untuk Kementerian Pertahanan Belanda bekerjasama dalam cyberdefense dan mengembangkan kemampuan peperangan elektronika didalam tubuh angkatan bersenjata. Semenjak tahun 2012, pemerintah Belanda terus berupaya untuk mengembangkan pusat keamanan cyber di bawah satu organisasi dengan nama National Cyber Security Center (NCSC)  yang bertujuan untuk memusatkan operasi-operasi cyber ke dalam satu komando. NCSC memiliki tugas untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Belanda dalam domain digital. Tujuannya adalah untuk mewujudkan lembaga informasi yang aman, dan stabil dengan membagi pengetahuan, menawarkan wawasan, dan juga menawarkan sebuah proper action perspective[12]. Sampai dengan sekarang Belanda belum mempunyai unit yang khusus untuk menangani cyberwarfare, namun militer Belanda secara resmi mempunyai rencana ke depannya untuk segera membentuk unit khusus yang menangani cyberwarfare[13].
Australia
Pemerintah Australia telah merilis sebuah organisasi yang mengurusi masalah keamanan cyber pada tahun 2009 dengan nama the Australian Cyber Security Strategy, mencoba untuk mengoperasikan lingkungan yang terjamin keamanannya baik dalam jaringan pemerinah maupun swasta dalam rangka menjamin keamanan dan mendapatkan keuntungan dari manfaat ekonomi teknologi informasi. Pada tahun 2009 juga dibentuk The Cyber Security Operations Center sebagai bagian dari Departemen Pertahanan di bawah Direktorat Perhubungan Pertahanan yang terdiri dari 130 staf, merupakan campuran ahli dari Direktorat perhubungan, Polisi Federal, Departemen Kejaksaan, dan Organisasi Intelijen Keamanan Australia. Tujuan utamanya adalah memberikan saran kepada pemerintah tentang bagaimana melindungi negara dari ancaman cyber dengan menyebarkan informasi dan mengkoordinir operasi-operasi incident response. Organisasi Intelijen Keamanan Australia (Australian Security Intelligence Organization) fokus terhadap respond dan intelijen yang berhubungan dengan serangan cyber yang disponsori negara, dengan operasional unit di bawah supervisi First Assistant Director-General for Counter-Espionage and Interference[14].
Rusia
Pada Februari 2010, Federasi Rusia telah merilis doktrin militer baru, yang mendiskusikan penggunaan instrument politik dan informasi untuk melindungi kepentingan nasional Rusia dan sekutu-sekutunya. Doktrin tersebut menegaskan fitur karakteristik konflik militer modern termasuk integrasi penggunaan kekuatan militer dan kemampuan non-militer, serta peran besar untuk peperangan informasi[15]. Rusia membentuk Comprehensive Information Protection Sytem (KSZI) dalam struktur top-level. Di Rusia, struktur keamanan cyber[16] di bawah naungan presiden Rusia melalui Dewan keamanan (security council) yang didalamnya terdapat Department of Information Security. Department of Information Security tersebut membawahi enam organisasi pemerintah yang terdiri dari Federal Security Organizations (FSO); Ministry of Education and Science Organizations, Ministry of Defense Organizations, Federal Security Service (FSB) Organizations, Ministry of Internal Affairs Organizations, dan Ministry of Communications Organizations.
Merujuk pada struktur organisasi yang dikembangkan oleh pemerintah Rusia dalam rangka menghadapi ancaman cyber, Kementerian Pertahanan Rusia melalui Deputy for Information and Communication Technology membawahi beberapa organisasi yang terkait dengan keamanan cyber. Organisasi tersebut adalah; Military Educational Institutions, 27th Central Research Institute, 18th Central Resesarch Institute, Electronic Warfare Troop, dan Federal Service for Technical and Export Control.

Kesimpulan
Dengan merujuk pada pembahasan organisasi-organisasi yang dimiliki oleh negara-negara besar, baik pada level strategis meupun level operasional, lebih lanjut dapat dilihat perbandingan negara-negara tersebut pada tabel berikut:
Tabel. 1. Perbandingan Organisasi Cyber Lima Negara Maju.

AS
JERMAN
BELANDA
AUSTRALIA
RUSIA
Organisasi Level Strategis
Office of the Secretary of Defense
the National Cyberdefense Center
National Cyber Security Board
the Australian Cyber Security Strategy
Comprehensive Information Protection Sytem (KSZI)- Department of Information Security
Level Operasional
US Cyber Command (USCYBERCOM) di bawah USSTRATCOM
The Departement of Information dan Computer Network Operations
National Cyber Security Center (NCSC) 
The Cyber Security Operations Center
Deputy for Information and Communication Technology
Kemampuan
Offensive dan defensive
Defensive
Defensive
Defensive
Offensive dan defensive
Jenis Operasi
Operasi Informasi (cyberwarfare – menjadi bagian dari CNO)



Operasi Informasi
Unit
Darat-Laut-Udara dan Marinir  - National Cyber Secutity Division(publik, swasta)
Gabungan militer
Belum ada unit spesifik
Di bawah dephan, 130 staf, gabungan dari Direktorat perhubungan, Polisi Federal, Departemen Kejaksaan, dan Organisasi Intelijen Keamanan Australia
Military Educational Institutions, 27th Central Research Institute, 18th Central Resesarch Institute, Electronic Warfare Troop, dan Federal Service for Technical and Export Control

Melihat pembahasan di atas, dewasa ini negara-negara maju telah menunjukkan keseriusan dalam menghadapi keamanan cyber, sebagai bukti bahwa perlu ada keseriusan dalam mengatasi ancaman-ancaman cyber yang dapat menyerang, melumpuhkan, dan merusak sistem jaringan operasional bagi negara-negara yang mengaplikasikannya di sektor-sektor kehidupan sehari-hari. Mereka juga terus berupaya untuk mengembangkan kemampuan keamanan cyber nya, karena perkembangan cyber sangat cepat seiring dengan transformasi dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Kebijakan-kebijakan dalam level strategis memunculkan pemikiran-pemikiran bersifat strategis berupa doktrin-doktrin yang kemudian direspon dalam level operasional berupa tindakan-tindakan yang bersifat taktik, teknik dan operasional guna mengontrol perkembangan cyber di negara-negara tersebut. Kolaborasi dan integrasi kedua level tersebut merupakan modal utama dalam menghadapi permasalahan cyber yang semakin kompleks.
Dengan referensi yang ada, pemerintah Indonesia sudah saatnya mengembangkan kemampuannya guna meningkatkan keamanan cyber. Kebijakan-kebijakan keamanan cyber yang telah dibuat hendaknya mampu melindungi operasional sistem jaringan dan penggunaan cyber dengan mengintensifkan integrasi antar lembaga baik pemerintah maupun swasta. Dengan dinamika yang ada dalam bidang cyber, dalam level strategis pemerintah terus merencanakan, mengintegrasikan, dan sinkronisasi Operasi Informasi dalam mendukung Operasi Informasi guna menghadapi cyberwarfare melalui Computer Network operations, serta menetapkan dan mengembangkan doktin, kebijakan dan menghubungkan taktik, teknik dan prosedur untuk menghadapi ancaman-ancaman cyber di masa depan.





Daftar Pustaka
Carr, Jeffrey. 2011. Inside Cyber Warfare. Sebastopol: O’reilly.

Clarke, Richard A. 2010. Cyber War The Next Threat To National Security and What To Do About It. NY: Harper Collin Publisher.

Lewis, James A. and Katrina Timlin. 2011. Cybersecurity and Cyberwarfare. Washington: Unidir.


Internet

GAO. 2011. Defense Departement Cyber Effort: DOD Faces Challenges In Its Cyber Activity. Washington: US Government Accountability Office. Diakses dari http://www.gao.gov/product/GAO-11-75.


GAO. 2011. Defense Departement Cyber Effort: More Detailed Guidance Needed to Ensue Military Services Develop Appropriate Cyberspace Capabilities. Washington: US Government Accountability Office. Diakses dari http://www.gao.gov/product/GAO-11-421.

US Department of Homeland Security. National Cyber Security Division. Diakses dari http://www.dhs.gov/national-cyber-security-division.







[1] Adalah mahasiswa Universitas Pertahanan Prodi Asymmetric Warfare.
[2] James A. Lewis and Katrina Timlin. 2011. Cybersecurity and Cyberwarfare. Washington: Unidir. Hal. 21.
[3] US Department of Homeland Security. National Cyber Security Division. Diakses dari http://www.dhs.gov/national-cyber-security-division.
[4] Jeffrey Carr. 2011. Inside Cyber Warfare. Sebastopol: O’reilly. Hal. 263.
[5] GAO. 2011. Defense Departement Cyber Effort: DOD Faces Challenges In Its Cyber Activity. Washington: US Government Accountability Office. Diakses dari http://www.gao.gov/product/GAO-11-75.
[6] Op.Cit.
[7] Ibid. Hal 268.
[8] GAO. 2011. Defense Departement Cyber Effort: More Detailed Guidance Needed to Ensue Military Services Develop Appropriate Cyberspace Capabilities. Washington: US Government Accountability Office. Diakses dari http://www.gao.gov/product/GAO-11-421.
[9] Ibid. Hal 6.
[10] James A. Lewis and Katrina Timlin. 2011. Op.cit. Hal. 12-13.
[11] Ibid. Hal. 16-17.
[13] Ibid.
[14] Lihat ASIO Senior Management Organization Chart.  Diakses dari www.asio.gov.au/img/files/Unclassified-Org-Chart.pdf
[15] James A. Lewis and Katrina Timlin. 2011. Op.cit. Hal. 19.
[16] Lihat Russian Cyber Security Structure dalam Jeffrey Carr. 2011. Inside Cyber Warfare. Sebastopol: O’reilly. Hal. 221.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar